MENINJAU ULANG BAHASA FIGURATIF ANTOLOGI PUISI CINGKLING KARYA SASTRA INDONESIA 2016

Oleh: Ike Selviana Prawolo

Antologi puisi Cingkling ini terbit pada tahun 2018 yang terdiri atas beberapa karya kreatif mahasiswa semester IV, angkatan 2016 Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jambi dengan tema lokalitas budaya Jambi. Jumlah puisi yang terdapat dalam antologi ini sebanyak 96 puisi. Antologi ini merupakan hasil akhir dari mata kuliah menulis puisi bagi mahasiwa Prodi Sastra Indonesia, tingkat S1 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jambi.

Antologi puisi adalah kumpulan puisi dari beberapa orang penyair. Puisi memiliki unsur ekstrinsik dan intrinsik. Salah satu unsur intrinsik puisi yaitu bahasa figuratif. Bahasa figuratif adalah pemakaian bahasa yang berbeda dari bahasa pada umumnya, karena bahasa yang digunakan mengandung makna konotatif atau makna kias yaitu bukan makna sebenarnya. Bahasa figuratif adalah unsur stilistika (stile) yang berwujud retorika, seperti yang dikatakan Nurgiyantoro (2009:280).

Bahasa figuratif dapat membuat puisi lebih hidup, menarik perhatian, menjelaskan gambaran. Pada analisis bahasa figuratif ini terdapat kata, frasa, maupun baris yang menunjukkan permajasan dan pencitraan. Analisis wujud bahasa figuratif ini akan menganalisis 15 puisi yang terdapat pada buku antologi puisi yang berjudul Cingkling. Adapun wujud permajasan dan citraan pada antologi puisi Cingkling, yaitu :

1. Cingkling karya Shella Syaputri

Pada puisi ini terdapat majas personifikasi pada larik pertama yaitu (1) Matahari merangkak menuju cakrawala, yakni pada larik tersebut matahari seperti manusia yang bisa merangkak. (2) Sinar menyengat membakar diri, merupakan majas hiperbola karena sinar bisa menyengat hingga membakar diri. (3) Badan terguncang bersama hati menggelora, merupakan majas hiperbola karena terlalu melebih-lebihkan yaitu badan yang terguncang. (4) Berkawan pada panas, merupakan majas personifikasi karena panas disini seperti manusia yang bisa diajak berteman. Pada puisi ini juga menggunakan beberapa citraan yaitu citraan penglihatan yang terdapat pada larik pertama dan pada bait kedua karena saat membacanya, pembaca seolah-olah bisa melihat apa yang terjadi pada puisi tersebut, kemudian juga terdapat citraan perabaan pada kata menyengat.

2. Kain dalam awan karya Oppi Arianita

Pada larik pertama puisi ini terdapat majas simile yaitu (1) Kau adalah awan yang memberi embun, karena kau pada larik tersebut dibandingkan dengan awan, kata adalah menggantikan kata perbandingan seperti, layaknya, bagaikan, dan lainnya. Kemudian (2) Kau seperti air dan api, juga merupakan majas simile karena membandingkan secara langsung kau dengan air dan api. (3) Kain perlahan berjalan menutupi embun, (4) Kain yang bermimpi akan bersama awan, (5) awan tak pernah menunggu dan tidak memiliki awalan, (6) pasir yang terbentuk awan, tanpa memberi tahu ketika turunnya tetesan air, (7) Semu kain yang selembut kapas yang akan menjadi pahlawan, merupakan majas personifikasi karena kain bisa berjalan layaknya manusia, kain bisa bermimpi, awan bisa menunggu, pasir bisa memberi tahu, kain bisa menjadi pahlawan seolah-seolah benda mati tersebut hidup seperti manusia. Dalam puisi ini juga menggunakan citraan yaitu citraan penglihatan, pendengaran dan perabaan.

3. Doa dan kisahnya karya Margaretha Yuliana Tambunan

Pada puisi ini hanya terdapar majas simile  dan majas repitisi atau pengulangan yaitu disetiap lariknya menggunakan kata adalah yang menggantikan kata perbandingan seperti, layaknya, bagaikan, semisal, dan lainnya. (1) Doa adalah getir untaian, (2) Doa adalah kisah dramatis, (3) Doa adalah puisi yang abstrak. Pada puisi ini menggunakan citraan perasaan dan pendengaran.

4. Seperti jarum, bukan mengaum karya Mega Sri Delia

Pada puisi ini terdapat majas simile dan majas repitisi yaitu pada (1) Hidupku adalah kataku, (2)Hidupku adalah tindakanku, (3) Aku bukan belut, (4) Aku bukan kelinci, (5) Aku bukan burung terbang, (6) Dan aku bukan ikan berenang, karena kata hidupku dan aku dibandingkan dengan menggunakan kata adalah dan bukan yang menggantikan kata perbandingan layaknya. Kemudian juga terdapat majas alegori, (7) Tapi kataku sepeti jarum, kataku disini langsung dibandingkan dengan unsur pembanding yaitu jarum. Pada puisi ini terdapat citraan pendengaran, perasaan, dan penglihatan.

5. Hujan karya Mustakim

Pada puisi ini terdapat majas personifikasi yaitu (1) Setitik rintik hujan menyentuh kulit tubuh, (2) setetes demi setetes hujan merayap di tubuhnya hingga aku dan dia meredakan aliran hati pada suatu kata dalam hujan, (3) Dinginnya hujan menjadi riangnya alam, karena hujan dapat menyentuh kulit, hujan dapat merayap, alam menjadi riang layaknya manusia. Kemudian terdapat majas alegori dan majas repitisi, (4) Pesona kata menunjukkan perasaan, (5) Pesona mata menunjukkan keseriusan, (6) Pesona  wajah menunjukkan kesungguhan, karena membandingkan dengan adanya pembanding. Pada puisi ini menggunakan citraan perabaan, penglihatan, dan perasaan.

6. Bisikan bungin karya Nani Fitri Ramadhani

Pada puisi ini terdapat majas personifikasi yaitu (1) Pagi ini bungin tersenyum, (2) Bungin beroyat pada kaki mungil nan tertawa, (3) Bungin lenyap ditelan galodo, (4) Galodo merangkak balek ke rumah, karena bungin (pasir) dapat tersenyum seperti manusia dan dapat beroyat (memberitahu atau mengadu), galodo (banjir) dapat menelan bungin (pasir) dan dapat merangkak. Pada puisi ini terdapat citraan penglihatan, perasaan.

7. Senja karya Imanda Leagyaria Sukowati

Pada puisi ini terdapat majas simile dan repitisi, (1) Senja adalah sepiku, (2) Senja adalah rinduku, (3) Senja adalah cahayaku, karena membandingkan senja dengan sepi, rindu, dan cahaya dengan menggunakan kata adalah menggantikan kata layaknya. Pada puisi ini menggunakan citraan penglihatan dan perasaan.

8. Sekolah alam karya Anggi Marlinda

Pada puisi ini terdapat majas metafora (1) mengejar apa yang bisa menciptakan bulan sabit pada bibir, karena secara implisit membandingkan senyum seperti bulan sabit. Majas personifikasi (2) Tanpa tahu tentang alam yang menangis sepanjang hari, (3) Anak-anak bersekolah untuk menghibur alam yang tiap hari merintih, karena alam seperti manusia yang bisa menangis, merintih, dan dihibur. Pada puisi ini menggunakan ciitraan penglihatan, pendengaran, dan perasaan.

9. Cerita Alam karya Ahmad Azhari

Pada puisi ini terdapat majas repitisi, (1) Aku ingin bercerita kepada, (2) Bahwa aku ingin, karena terdapat beberapa pengulangan disetiap baitnya. (3) aku ingin bercerita kepada angin, (4) aku ingin bercerita kepada hutan (5)  aku ingin bercerita kepada air, (6)  aku ingin bercerita kepada bukit, (7)  aku ingin bercerita kepada tanah, (8)  aku ingin bercerita kepada bumi, merupakan majas personifikasi karena angin, hutan, air, bukit, tanah, dan bumi bisa diajak bercerita layaknya manusia. Pada puisi ini terdapat citraan penglihatan, perabaan, dan perasaan.

10. Malam tapai kamisan karya Novitasari

Pada puisi ini terdapat majas personifikasi, (1) Bulan menghamba pada bayang, (2) Lalu langit mega mendung bercerita, karena bulan bertingkah laku seperti manusia yang menghambadan langit yang dapat bercerita. Pada puisi ini menggunakan citraan penglihatan.

11. Tawa karya Ahmad Azhari

Pada puisi ini menggunakan majas repitisi, (1) Tawa adalah luka, (2) Tawa adalah bahagia, (3) Tawa adalah sirat, karena terjadi pengulangan Tawa adalah di setiap bait. Puisi ini menggunakan citraan penglihatan, perabaan, dan perasaan.

12. Hembusan sunyi karya Evi Friana Dewi

Pada puisi ini menggunakan majas metafora, (1) Berjatuhan helai-helai daun berguguran, karena membandingkan secara tidak langsung. Majas simile (2) Bagaikan rindu terhampar, karena menggunakan kata bagaikan untuk membandingkan rindu terhampar denga kalimat sebelumnya. Pada puisi ini menggunakan citraan penglihatan, pendengaran, dan perasaan.

13. Manusia karya Intan Sundari

Pada puisi ini menggunakan majas repitisi, (1) Manusia tak hiraukan, (2) mereka, karena terjadi pengulangan pada setiap bait. Puisi ini menggunakan citraan perasaan dan penciuman.

14. Sejarah November karya Karmila

Pada puisi ini terdapat majas alegori dan repitisi, (1) November adalah bulan baru, (2) November adalah bulan salju, (3) November adalah bulan kembaliku,karena terjadi pengulangan pada November adalah dan terjadinya pertandingan November dengan unsur pembanding lain.

15. Sajak tak berdamai karya Khairul Ni’mah

Pada puisi ini terdapat majas repitisi dan alegori, (1) Sajak yang tak berdamai adalah aku, (2) Sajak yang tak berdamai adalah mereka, (3) Sajak yang tak berdamai adalah bukti, (4) Sajak yang tak berdamai adalah jeruji, karena terjadinya pengulangan sajak yang tak berdamai adalah dan terjadinya perbandingan dengan unsur pembanding aku, mereka, bukti, dan jeruji.

Jadi, dari 15 puisi yang telah saya ulas  terdapat enam majas yaitu majas personifikasi, metafora, alegori, repitisi, simile, dan hiperbola. Majas yang mendominasi pada antologi ini adalah majas personifikasi dan majas repitisi. Berdasarkan fungsinya bahasa figuratif yang digunakan pada antologi puisi ini memiliki beberapa fungsi yang mengacu pada majas-majas yang terdapat pada 15 puisi yang dianalisis, yaitu berfungsi sebagai memperindah bunyi dan penuturan, fungsi ini bertujuan untuk membangkitkan unsur ritmis dan retoris pada puisi, terdapat pada majas repitisi yang digunakan dalam puisi. Fungsi konkritisasi guna untuk memberikan gambaran yang konkret, serta menghidupkan imajinasi pembaca. Fungsi meenghidupkan gambaran pada puisi bertujuan membangkitkan imaji pembaca dan membuat gambaran lebih jelas dan nyata, terlihat pada majas personifikasi, metafora. Fungsi membangkitkan kesan dan suasana bertujuan membangkitkan efek keindahan puisi, terlihat pada majas repitisi yang digunakan dalam puisi.

*Salah satu tugas mata kuliah Menulis Kritik dan Esai

Februari 19, 2020

Tinggalkan Balasan