Sasindo Unja Nyalakan Semangat Pelestarian Aksara Incung Lewat Kuliah Umum Inspiratif

Mendalo, Zonalingua — Program Studi Sastra Indonesia Universitas Jambi (Sasindo Unja) kembali menunjukkan komitmennya dalam melestarikan budaya daerah. Kali ini, Sasindo Unja menggelar kuliah umum bertajuk “Tantangan, Peluang, dan Inovasi Pelestarian Aksara Incung sebagai Warisan Budaya Takbenda Provinsi Jambi”. Kegiatan ini menjadi ruang refleksi sekaligus aksi nyata menjaga identitas kebudayaan Jambi.

Dua narasumber utama dihadirkan dalam kuliah umum ini, yaitu Sean Popo Hardi, S.Pd., M.Hum. dari CV Gemulun Aksara Indonesia dan Deki Syaputra ZE, M.Hum. dari Universitas Batanghari. Keduanya mengupas tuntas bagaimana pelestarian aksara Incung dapat dilakukan secara berkelanjutan melalui riset, inovasi, dan kolaborasi lintas bidang.

Ketua Panitia, Dwi Rahariyoso, S.S., M.A., menyampaikan, kuliah umum ini merupakan langkah penting dalam menghidupkan kembali semangat masyarakat terhadap warisan literasi lokal.

“Aksara Incung adalah memori kolektif masyarakat Jambi. Banyak naskah kuno dan pengetahuan lokal yang tertulis dalam aksara ini. Sayangnya, kini hanya sedikit orang yang mampu membaca atau menulisnya,” ungkap pria ramah senyum asal Ponorogo Jawa Timur ini, Kamis (9/10/2025).

Lebih lanjut ia menegaskan, pelestarian aksara Incung adalah kerja kolektif. Bukan tugas satu pihak semata.

“Kami berharap kegiatan ini menjadi langkah awal menuju kerja sama berkelanjutan antara akademisi, pakar budaya, dan mahasiswa. Sinergi semacam ini penting untuk memperkuat basis budaya yang tumbuh di Jambi,” tambah Mas Dwi, sapaannya.

Sementara itu, dalam paparannya, Sean Popo Hardi menyoroti posisi Warisan Budaya Takbenda (WBTB) Jambi yang meliputi beragam aspek. Mulai dari tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, hingga pengetahuan tradisional. Namun, ia juga menekankan, pelestarian warisan budaya dihadapkan pada sejumlah tantangan besar.

“Seperti minimnya generasi penerus, kurangnya dokumentasi digital, dan terbatasnya riset serta dukungan kebijakan. Namun, masih banyak peluang untuk menghidupkan kembali warisan budaya melalui riset akademik, digitalisasi, wisata budaya, serta pengintegrasian muatan lokal di sekolah,” kata pria yang juga Dosen UIN STS Jambi tersebut.

Popo menegaskan, warisan budaya tidak cukup hanya dijaga, tetapi juga harus dikembangkan dan dimodernisasi. Inovasi berbasis teknologi dan industri kreatif adalah cara untuk memastikan budaya tetap hidup dan relevan.

“Pada akhirnya, penting menciptakan ekosistem budaya berkelanjutan. Di mana festival, pameran, dan karya kreatif menjadi wadah baru bagi ekspresi budaya daerah,” imbuhnya.

Sementara itu, Deki Syaputra ZE membawa peserta menelusuri sejarah panjang Aksara Incung. Sistem tulisan khas masyarakat Kerinci yang telah eksis sejak abad ke-14 Masehi. Ia menjelaskan, aksara ini tercatat dalam Kitab Nitisarasamuçcaya atau Undang-Undang Tanjung Tanah, yang diakui sebagai naskah Melayu tertua di dunia.

“Aksara Incung pada masa lalu digunakan dalam berbagai bentuk karya tulis. Seperti Tambo yang mencatat silsilah dan sejarah adat Kerinci. Ratap Tangis, karya sastra berbentuk pantun penuh ekspresi emosional. Kemudian Mantra (Idu Tawa Lam Jampi), teks magis yang mencerminkan hubungan spiritual manusia dengan alam,” urainya.

Namun, perkembangan zaman membuat aksara ini perlahan tergantikan oleh aksara Arab Melayu pada abad ke-19. Meskipun demikian, upaya revitalisasi terus dilakukan melalui berbagai kegiatan literasi dan pendidikan.

“Kini, Aksara Incung kembali diajarkan di sekolah dasar dan menengah sebagai muatan lokal. Banyak komunitas, sanggar, hingga penggiat budaya mulai aktif menghidupkan kembali semangat literasi ini. Bahkan, sudah ada cerita anak yang ditulis dengan aksara Incung,” jelas Deki.

Selain itu, prospek penelitian terhadap Aksara Incung juga semakin terbuka luas. Mulai dari kajian sastra dan linguistik hingga pendekatan interdisipliner seperti etnomatematika dan budaya digital.

Kuliah umum ini bukan hanya menjadi ajang berbagi ilmu. Namun juga momentum penting untuk memperkuat kesadaran kolektif akan pentingnya melestarikan warisan budaya Jambi melalui ilmu pengetahuan dan kreativitas.

“Pelestarian budaya adalah investasi peradaban. Dengan riset, pendidikan, dan inovasi, kita tidak hanya menjaga masa lalu, tapi juga menulis masa depan yang berakar pada nilai budaya sendiri,” tutup Dwi penuh harap. (afi/afi)

Oktober 9, 2025

Tag:

Tinggalkan Balasan